Kajian Semiotika dalam berkendara

 Kali ini saya akan membahas kajian semiotika aktivitas tentang keseharian berkendara. Terkadang kita sering mengalami hal tersebut. Sedang santai mengendarai sepeda motor, namun tiba tiba bunyi klakson motor belakang berbunyi terus menerus yang mengisyaratkan kita untuk menepi. Dalam analisis signifier, sikap pengendara motor yang tiba tiba mengklakson pengendara yang ada di depan yang padahalnya situasi jalanan sangat luas dan tidak macet.setelah pengendara itu lewat di sorak dengan emosi oleh pengendara yang mengklakson. 

Saat saya baru belajar mengendarai, dalam fikiran saya mengklakson adalah pertanda bahaya bagi saya karena kemungkinan pasti ada salah yang saya lakukan hingga pengendara lain yang melihat merasa risih kemudian mengklakson untuk memberi tanda. 

Dalam analisis signifed, bunyi klakson tersebut memberi tanda bahwa pengendara depan diharap menepi. Karena pengendara lain ingin melintas. Dan memberi isyarat agar tidak menghalangi jalannya dan tidak terjadi tabrakan. Kejadian ini biasa terjadi saat di jalan raya. 

Maksud saya pengendara lain  tentunya bisa membelokan stang ke area yang tidak ada orang jika memungkinkan sedang buru buru. Karena berkendara itu ada aturannya apalagi jika memang secara logika dinilai baik dan sewajarnya memang seperti itu. Padahal kebut kebutan di jalan itu sangat berbahaya. Selain dapat merugikan diri sendiri juga dapat merugikan orang lain pula. 

Misal, pengendara kebut kebutan, setelah itu tertabrak mobil yang sedang melintas berbeda arah. Yang terjadi selanjutnya, kemungkinan pemilik mobil meminta pertanggungjawaban atas kelalaian pengendara yang kebutkebutan. Misalnya diminta untuk mengganti rugi mobilnya lecet atau di marahi karena sangat lalai dan merugikan orang lain.

Melihat kejadian diatas, dapat dianalisis secara Signifikan bahwa pengendara motor yang selalu mengklakson pengendara yang berada di depannya yang padahal jalanan disekitarnya sangat luas. Mengingat stang dapat di belokan ke kanan dan ke kiri ada baiknya fungsi tersebut digunakan agar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Terkadang hal tersebut sering kali membuat orang jengkel dan kesal sehingga munculah rasa ego masing masing yang tumbuh besar. Pengendara belakang mengklakson dengan emosi, pengendara depan tidak mau menepi karena kesal akan ego pengendara belakang yang tidak mau menggunalan stang untuk mencari jalan yang tidak ada pengendara di depannya. 

Sehingga muncul kembali ego yang bergejolak dalam hati masing masing pengendara dan terjadilah pertengkaran di jalan raya karena ego masing masing. Menjadi tontonang pengendara lain yang melintas hingga orang lain memisahkan yang pada dasarnya berawal dari keegoisan kecil masing masing pengendara. Hal ini selain merugikan semua orang, juga tidak baik di contoh oleh pengendara yang baru saja mulai belajar mengendarai, karena padadasarnya setiap orang akan merekam setiap kejadian yang mereka alami kemudian yang bagi mereka cukup menguntungkan akan di terapkan dalam kehidupan sehari hari. Kejadian ini sangat tidak baik untuk di tiru. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Objek kajian ( The Karate Kid) dan Analisis Semiotik.

Analisis Film Pertarungan antar pelajar "Crow Zero" Menggunakan Pendekatan Semiotika.

Beauty Vlogger Tasya Farasya